Selasa, 10 April 2012

KESABARAN NABİ MUHAMMAD (SAW)


A. PENGERTIAN SABAR
Sabar berasal dari bahasa Arab dari akar SHABARA (صَبَرَ), hanya tidak yang berada dibelakang hurufnya karena ia tidak bias berdiri sendiri. Shabara’ala (صَبَرَ عَلَى) berarti bersabar atau tabah hati, shabara’an (صَبَرَ عَنْ) berarti memohon atau mencegah, shabarabihi (صَبَرَ بِهِ) berarti menanggung.

Sabar dalam bahasa Indonesia berarti : Pertama, tahan menghadapi cobaan seperti tidak lekas marah, tidak lekas putus asa dan tidak lekas patah hati, sabar dengan pengertian sepeti ini juga disebut tabah, kedua sabar berarti tenang; tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-buru. Dalam kamus besar Ilmu Pengetahuan, sabar merupakan istilah agama yang berarti sikap tahan menderita, hati-hati dalam bertindak, tahan uji dalam mengabdi mengemban perintah-peintah Allah serta tahan dari godaan dan cobaan duniawi Aktualisasi pengertian ini sering ditunjukan oleh para sufi.

Dalam pendekatan ilmu Fikih, sabar didefinisikan sebagai tabah, yakni dapat menahan diri dari melakukan hal-hal yang bertentangan dengan huum Islam, baik dalam keadaan lapang maupun sulit, mampu mengendalikan nafsu yang dapat menggoncangkan iman. Menurut Ibnu Qayyim sabar berarti menahan diri dari kelih kesah dan rasa benci, menahan lisan dari mengadu, dan menahan anggota badan dari tindakan yang mengganggu dan mengacaukan.

Definisi sabar menurut Qur’an surat Ali’Imran ayat 146-147 yang artinya : “Dan berapa banyaknya Nabi yanhg berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut-(nya) yang bertakwa, meraka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan “Ya Tuhan kami ampunilah dosa-dosa tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir”. Orang yang sabar menurut ayat tersebut adalah yang apabila ditimpa musibah tidak menjadi lemah, lesu dan menyerah dengan keadaan yang terjepit, bahkan ketika ditimpa misibah, orang yang sabar berdoa memohon ampum kepada Allah atas dosa-dosa dan tindakan-tindakan yang melampaui batas-batas hukum yang telah ditetapkan Allah SWT.

Sabar menurut Ibnu Katsir ada tiga macam : Pertam, sabar dalam meninggalkan hal yang diharamkan dan dosa; Kedua, sabar dalam melakukan kekuatan dan kedekatan kepada Allah. Kesabaran yang kedua adalah yang paling besar pahalanya, sebab sabar ini memiliki nilai yang hakiki; Ketiga, yaitu sabar dalam menghadapi berbagai bencana dan petaka. Ketika mendapat bencana ia tidak berkeluh kesah, tetapi memohon ampum dari perbuatan aib.

Ibnu Qayyim al-Jauziah membagi motivasi; sabar dalam tiga macam : sabar dengan (pertolongan) Allah, sabar karena Allah, dan sabar bersama Allah. Pertama adalah meminta pertolongan kepada-Nya sejak awal dan melihat bahwa Allah-lah yang menjadikannya sabar, dan bahwa kesabaran seorang hamba adalah dengan (pertolongan) Tuhannya, bukan dengan dirinya semata. Sebagaimana Firman Allah :
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلاَّبِاللهِ
Artinya : “Bersabarlah, dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah”. (al-Nahl, ayat 127)

Yakni seandainya Allah tidak menyabarkanmu niscaya engkau tidak akan bersabar, Kedua, sabar karena Allah, yakni hendaklah yang mendorongmu untuk bersabar itu adalah karena cinta kepada Allah, mengharapkan keridhaan-Nya, dan untuk mendekatkan kepada-Nya, bukan untuk menmpakkan kekuatan jiwa, mencari pujian makhluk, dan tujuan-tujuan lainnya.

Ketiga, sabar bersama Allah yakni dalam perputaran hidupnya hamba selalu bersama dan sejalan dengan agama yang dikehendaki Allah dan hukum-hukum agamanya-Nya. Menyabarkan dirinya untuk selalu bersamanya, berjalan bersamanya, berhenti bersamanya, menghadap kemana arah agama itu menghadap dan turun bersamanya.

Selama Nabi Muhammad (saw) menyebarkan ajaran agama Islam, beliau mengalami berbagai macam kesulitan. Para pendusta dan musyrikin dari kaumnya sendiri menghina Nabi Muhammad (saw) bahkan menyebutnya sebagai penyihir atau orang gila. Sedangkan kaum yang lain ingin membunuh beliau bahkan bersekongkol membuat rencana pembunuhan. Meskipun demikian Nabi Muhammad (saw) tetap tidak berhenti berupaya mengajarkan Al-Qur’an kepada semua masyarakat dari berbagai macam latar belakang dan budaya, beliau telah mengajarkan moralitas dan perilaku yang benar.

Sebagaimana Allah (SWT) nyatakan dalam Al Qur'an, beberapa orang tidak memiliki sikap dan perilaku yang baik, dan orang-orang seperti itu suka menyerang maupun menghina orang lain yang memiliki moral lebih baik. Nabi Muhammad (saw) menunjukkan sifat kesabaran dalam kondisi tersebut, memohon kepada Allah dan meminta pertolongan-Nya dalam segala keadaan dan mendorong orang-orang yang beriman untuk sabar dan patuh terhadap perintah-Nya.
Sebagaimana tercantum dalam banyak ayat di Al-Qur’an, Allah (SWT) memerintahkan Nabi Muhammad (saw) untuk banyak bersabar dalam menanggapi perkataan dari orang - orang kafir :

Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam (Surah Qaaf: 39)

Janganlah kamu bersedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Surah Yunus: 65)

Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan. (Surat al-Hijr: 97)

Maka boleh jadi kamu hendak meninggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karena khawatir bahwa mereka akan mengatakan: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datang bersama-sama dengan dia seorang malaikat?" Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu.(Surah Hud:12).

Orang - orang beriman harus meneladani hal - hal yang telah dicontohkan Rasullullah (saw) yaitu bersabar ketika menghadapi kesulitan. Mereka yang putus asa pada masalah yang kecil, tidak bisa menahan tanggung jawab yang kecil, mereka yang berhenti berdakwah atau mereka yang kehilangan harapan ketika salah dalam berbisnis, mereka harus sadar bahwa perilaku - perilaku tersebut bertentangan dengan kitab suci Al-Qur’an dan ucapan maupun perbuatan Nabi Muhammad (saw). Orang -orang beriman harus selalu bersabar dan cukuplah Allah (SWT) sebagai penolong dan senantiasa bersyukur kepada-Nya, sebagaimana nilai moralitas unggul yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad (SAW), yaitu memohon ampunan, dan berharap kasih sayang serta surga-Nya.

Ada banyak manusia dengan karakter-karakter berbeda di sekeliling Nabi Muhammad (saw). Sepanjang hidupnya, bagaimanapun juga, dia selalu menunjukkan perhatian yang besar kepada setiap orang, memperingati mereka atas kesalahan yang dilakukan, dan mencoba untuk mendidik mereka dalam segala hal, dari masalah kebersihan hingga tentang keimanan. Sikap penuh kasih, toleran, pengertian dan sabar merupakan karakter beliau sehingga banyak orang menaruh hati kepada Islam dan mencintai Nabi Muhammad (saw) dengan tulus. Allah (SWT) menggambarkan sikap menyenangkan Nabi Muhammad (saw) kepada orang sekelilingya tersebut dalam Al-Qur’an :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka (Surah Al ‘Imran: 159).

Dalam ayat yang lain, Allah berkata kepada Nabi Muhammad (SAW) bagaimana beliau seharusnya bersikap terhadap orang di sekitarnya :

Kami lebih mengetahui tentang apa yang mereka katakan, dan kamu sekali-kali bukanlah seorang pemaksa terhadap mereka. Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku.(Surah Qaf: 45).

Nabi Muhammad (saw) tidak pernah memberikan tekanan maupun paksaan kepada orang -orang di sekelilingnya untuk menerima agama Islam.Sebaliknya beliau menggunakan cara - cara yang sopan dan baik kepada mereka dalam menjelaskan Islam.

Beliau selalu membina masyarakatnya dengan usahanya sekuat tenaga, dan setiap waktu dihabiskan hanya untuk mereka. Sifat Nabi Muhammad (saw) tersebut dijelaskan di beberapa ayat sebagai " sahabat anda ".(Surah Saba': 46: Surah an-Najm: 2, Surah at-Takwir: 22)

Orang - orang beriman yang merasakan ketulusan cinta Nabi Muhammad (saw) menggangap beliau jauh lebih dekat daripada kedekatan mereka dengan saudaranya yang lain, dan benar-benar merendahkan hatinya kepada beliau. Dalam satu ayat, Allah menyatakan :

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. (Surat al-Ahzab: 6).

Imam Ghazali, ulama besar Islam menyimpulkan perlakuan Nabi Muhammad (saw) kepada orang -orang di sekitarnya dalam sebagian informasi ditemukan dalam hadis :

"... Semua orang menganggap bahwa Nabi Muhammad (SAW) dihormati lebih dari siapapun. Siapa pun yang datang kepadanya bisa melihat wajahnya
...Beliau memanggil para sahabatnya dengan nama panggilan yang sopan dan beliau biasa memberikan nama panggilan jika sahabat tersebut belum mempunyai nama panggilan.
…Beliau sangat perhatian dan baik bila bertemu dengan orang lain.
…Tidak seorang pun dapat berbicara keras kepada beliau.. "[1]

Cinta Nabi Muhammad (saw) kepada sesama manusia, kehalusan budi pekerti dan kasih sayangnyalah yang akhirnya merubah orang-orang di sekelilingnya mau menerima agama Islam dan menenggelamkan hati mereka dalam keimanan, itulah contoh moralitas unggul yang seharusnya dipunyai oleh semua muslim.


(Untuk membaca lebih lanjut tentang sifat-sifat Nabi (saw), lihat "Nabi Muhammad (SAW)" oleh Harun Yahya)
[1] Imam Ghazzali's Ihya Ulum-Id-Din, The Book of Religious Learnings, Islamic Book Service, New Delhi, 2001, Volume II, p.240

Pengertian Tafakkur


PENGERTIAN TAFAKKUR

A. Pengertian Tafakkur Menurut Bahasa dan Istilah

Secara bahasa (morfologis), kata Tafakkur yang beriniasial dari dasar kata فكر- yang berasal dari akar kata tafakkara, yatafakkaru, tafakkuran dengan kata dasar fakkara. , seperti perkataan orang arab :

فكر في الأمر-

artinya: telah memikir ia akan suatu , yang mempunyai arti yang sama dengan perkataan :

تفكر في الأمر-

Tafakkur juga dapat di artikan dengan ta’ammal artinya pertimbangan, memberi perhatian, memikir, mengkaji, dan tazakkara yang berarti mengingati.[1] tiada perbedaan dengan pengertian yang diberi oleh ustaz Husien bin Awang dalam karyanya kamus Al-Thulab, Arab-Melayu yaitu memikirkan dan menimbangkan.[2]

Tafakkur secara istilah ialah merenung dan memikirkan ciptaan Allah Taala di langit dan di bumi, dan mengarahkan Akal : kepada keagungan sang Pencipta dan kemuliaan sifat-sifatnya, dikatakan bahwa “bertafakkur adalah pangkal dari segala kebaikan …bertafakkur adalah pekerjaan hati yang paling utama dan paling mulia.[3]

angan,firman Allah Taala

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.[4]

Al-Qur’an al-Karim banyak memberi dorongan kepada kaum muslimin bukan hanya bertafakkur, tetapi juga bertadabbur (memahami dengan dalam sifat-sifat Allah) i’tibar, (memahami pelajaran, pengajaran, atau ibrah), nazhr (memerhati atau menelaah secara mendalam).

Menurut Imam Al-Ghazali, Tafakkur berarti : hadir dan munculnya dua hikmah ( ma’rifah) di dalam hati. Selain itu juga hadir dan timbulnya hikmah ( ma’rifat) ketiga sebagai hasil percampuran atau perpaduan dari dua hikmah tersebut, ambillah salah satu contoh, orang yang ingin mengetahui bahwa akhirat adalah lebih baik dari dunia ini, walaupun sekarang ini ia cenderung kepada dunia yang sekarang ini, maka ia harus menempuh dua jalan.

Jalan pertama yaitu ia harus mendengar dari orang lain dan kemudian ia percaya bahwa akhirat adalah lebih baik dari dunia yang sekarang ini. Ia membenarkan lalu mengikuti perkataan orang lain itu semata-mata tanpa melihat dan mewawas secara mendalam. Inilah yang di sebut taqlid atau percaya buta tanpa alas an yang kuat.

Jalan yang kedua yaitu mengetahui bahwa, apa yang kekal adalah lebih baik dan lebih utama. Berdasarkan kepada tentang kedua premis ( penyataan mendasar) ini, muncullah pengetahuan yang lain bahwa akhirat adalah lebih baik dari dunia yang ada sekarang ini. Kerena yang pertama lebih kekal dari yang kedua. Jika kita tidak memiliki pengetahiuan tentang dua hal yang terdahulu, maka pengetahuan tentang hal yang ketiga mustahil kita miliki, inilah yang di sebut sebagai tafakkur atau merenung atau berpikir secara mendalam. Padannannnya adalah ambil iktibar, tazzakakkur, nazhar, ( memerhati dengan cermat), dan tadabbur. Pintu pengetahuan Ilahiah atau ma’rifat tidak akan tertutup sekalipun kematian menghampiri manusia. Ia akan terus berlanjutan, bahkan setelah kematian.[5]

Bukan hal yang rahasia bagi kaum Muslim bahwa berpikir secara baik dan mendalam adalah kunci pembuka segala cahaya(nur) Ilahi, awal atau dasar bagi penglihatan yang mendalam atau penglihatan hati atau penglihatan ruhaniah, pintu segala ilmu dan jalan kepada ma’rifatullah dan kepada pengenalan serta pemahaman kepada Allah Taala.

Kebanyakan manusia lebih-lebih kaum Muslim telah mengetahui serta memahami nilai keutamaan dan martabatnya, namun belum mengetahui serta memahami sifat dasar, hakikat, buah, sumber, pokok-pokok dan jalan-jalannya serta cara-cara menuju kepadanya. Bagaimana tafakkur kepada Allah, apa yang di tafakkuri, mengapa bertafakkur, dengan bantuan apa dan siapa bertafakkur itu, dan apa urgensi metode tafakkur dalam pembaikan akhlak manusia ini adalah antara hal-hal yang tidak di ketahui oleh kebanyakan mereka.

Rasulullah SAW bersabda, bahwa bertafakkur selama satu jam adalah lebih baik dari ibadat selama setahun. Dalam hadis yang lain rasullalah menyebut ‘sab’ina sanah’,

“Berpikir satu jam itu lebih baik dari beribadat 70 tahun’’

Manakala dalam hadis lain pula Rasullalah menyebut ‘alfi ‘aam’,

“Berpikir satu jam itu lebih baik dari beribadat seribu tahun’’

Dalam mengurai tentang ketiga-tiga hadis ini shekh Abdul Qadir Jailani menjelaskan ; maksudnya ialah manusia yang berpikir dalam masalah-masalah furu’ (cabang), maka nilai tafakkurnya adalah lebih besar daripada ibadat setahun. Berpikir untuk mengetaui hal-hal yang yang di wajibkan oleh Allah dalam ibadat dan berpikir tentang aturan-aturan ibadat wajib, maka nilai tafakkurnya lebih besar dari ibadat seribu tahun.[6]

Ibadah yang pertama kali yang dituntut oleh Rasullalah dari para pengikutnya ialah berpikir dan bertafakkur dengan tenang dan penuh keikhlasan sesuai dengan kedar dan tingkatan akal mereka, firman Allah Taala:

46. Katakanlah: “Sesungguhnya Aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; Kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras[1244].

[1244] Berdua-dua atau sendiri-sendiri maksudnya ialah bahwa dalam menghadap kepada Allah, Kemudian merenungkan keadaan Muhammad s.a.w. itu sebaiknya dilakukan dalam keadaan suasana tenang dan Ini tidak dapat dilakukan dalam keadaan beramai-ramai.

Yang di maksudkan dengan menghadap Allah Swt adalah ikhlas dalam mencari kebenaran .sedangkan yang di maksudkan dengan kedua-dua atau sendiri-diri adalah jauh dari pengaruh dan tekanan akal orang banyak.[7]

Dalam Al-Quran kata tafakkur ini, dengan sejumlah kata tuntunannya terungkap sebanyak 18 kali, 13 kali terungkap dalam ayat Makkiah, 5 kali dalam ayat madaniah.[8] Berangkat dari telaah ini dapatlah di ketahui bahwa term Tafakkur lebih sering terjadi pada periode Makkah bila di bandingkan periode Madinah. Ketika Al-Qur’an meletakkan dasar-dasar agama pada periode Makkah, manusia telah pun diajak untuk melakukan Tafakkur, dengan tujuan dapat mempertebalkan keimanan kepada Tuhan dan penghayatan diri menuju kesempurnaan akhlak manusia.

B. Ayat-ayat Qur’an dan Hadis yang mengajak bertafakkur

Dalam Al-Qur’an Allah telah menyarankan kita bertafakkur dengan sejumlah kata tuntunannya sebanyak 18 kali, 13 kali dalam ayat Makkiah, 5 kali dalam ayat madaniah.[9] penghayatan diri menuju kesempurnaan akhlak manusia. Berangkat dari telaah ini dapatlah di ketahui bahwa term Tafakkur lebih sering terjadi pada periode Makkah bila di bandingkan periode Madinah. Ketika Al-Qur’an meletakkan dasar-dasar agama pada periode Makkah, manusia telah pun diajak untuk melakukan Tafakkur, dengan tujuan dapat mempertebalkan keimanan kepada Tuhan dan teguh hati dalam sebarang cobaan dunia.

Adapun ayat –ayat tafakkur tersebut adalah seperti di bawah ini:

B.1. Ayat-ayat Tafakkur dalam surat Makkiah :

Firman Allah dalam surat Al-Mudatsir ayat ke 18 dengan lafaz fakkara, Firman Allah dalam surat Saba’ ayat ke 46 dengan lafaz tatafakkaruu, Firman Allah dalam surat Al-An’am ayat ke 50 dengan lafaz tatafakkaruu,. Firman Allah dalam surat Al-‘Aaraf ayat ke 184 dengan lafaz yatafakkaruu, Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat ke 8 dengan lafaz yatafakkaruu, Firman Allah dalam surat Al-‘A raf ayat ke 176 dengan lafaz yatafakkarun, Firman Allah dalam surat Yunus ayat ke 24 dengan lafaz yatafakkarun, Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat ke 11 dengan lafaz yatafakkarun, Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat ke 44 dengan lafaz yatafakkarun, Firman Allah dalam surat An-Nahl ayat ke 69 dengan lafaz yatafakkarun, Firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat ke 21 dengan lafaz tatafakkarun, Firman Allah dalam surat Az-Zumar ayat ke 42 dengan lafaz yatafakkarun, Firman Allah dalam surat Al-Jaatsiah ayat ke 13 dengan lafaz yatafakkarun,

Ayat-ayat Tafakkur dalam surat Al-Madaniah adalah seperti berikut:

Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat ke 219 dengan lafaz tatafakkaruni, Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat ke 266 dengan lafaz tatafakkarun, . Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat ke 191 dengan lafaz yatafakkaru , Firman Allah dalam surat Ar-Ra’d ayat ke 3 dengan lafaz tatafakkarun,. Firman Allah dalam surat Al-Hasyr ayat ke 21 dengan lafaz yatafakkarun.

C. Hadis dan ungkapan Ulama’ yang mengajak bertafakkur

Hadis 1:

Ibnu Abbas berkata:

“ada beberapa orang yang memperdalamkan pemikiran mereka tentang Dzat Allah SWT, lantas Rasullalah SAW bersabda:

تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في ذاته

Maksudnya:

“pikirkanlah tentang ciptaan Allah, dan janganlah sesekali kamu memikirkan Dzat Allah.

Hadis Riwayat Abu Nu’ain dan Baihaqi.[10]

Hadis 2:

Dalam satu hadith Rasulallah bersabda:

تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في الله فانكم لن تقدروه

Maksudnya:

“pikirkanlah tentang ciptaan Allah, dan janganlah sesekali kamu memikirkan Dzat Allah kerena kamu tidak akan mampu menjangkauinya”.[11]

Hadis 3:

Saiyidatina Aisyah berkata : “pada suatu malam Rasullalah bangun dan solat setelah berwudhu’, beliau SAW tidak meninggalkan tempat solatnya sambil menangis sehingga terdengar suara azan saiyidina Bilal RA,untuk solat subuh. Aku bertanya kepadanya, Wahai Rasullalah SAW, kenapa engkau menangis? padahal Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lalu mau pun yang akan datang. Beliau SAW menjawab, “tidak bisakah aku menjadi hamba yang bersyukur? dan kenapa aku tidak berbuat demikian? sedangkan pada malam ini telah turun ayat padaku:

190. Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi, dan pada pertukaran malam dan siang, ada tanda-tanda (kekuasaan, kebijaksanaan, dan keluasan rahmat Allah) bagi orang-orang Yang berakal;

191. (Iaitu) orang-orang Yang menyebut dan mengingati Allah semasa mereka berdiri dan duduk dan semasa mereka berbaring mengiring, dan mereka pula memikirkan tentang kejadian langit dan bumi (sambil berkata): “Wahai Tuhan kami! tidaklah Engkau menjadikan benda-benda ini Dengan sia-sia, Maha suci engkau, maka peliharalah Kami dari azab neraka.[12]

Selanjutnya Rasulallah bersabda, :

ويل لمن قرأها ولم يفكر فيها

Maksudnya :

“Celakalah bagi orang yang membacanya (ayat ini) dan tidak memikirkannya.”

HR Ibnu Hibban[13]

Hadis 4:

Aun bin abdullah Ra berkata, ditanya akan Ummu Darda’ apakah amalan yang paling afdhal yang pernah diamalkan Abu Darda’ Ra, jawab Ummu Darda’ :

التفكر والاعتبار

Maksudnya :

“Berpikir dan mengambil pelajaran”. [14]

Hadis 5:

Dalam hadis yang lain menurut riwayat Ibnu Hibban dari Saiyidina Ali Karramalahu wajhahu, bahwa Rasulallah bersabda:

لا عبادة كالتفكر

Maksudnya:

“Tiada ibadah seperti berfikir.” [15]

Hadis 6:

Sabda Rasullalah SAW, riwayat Ibnu ‘Abbas dan Abu Darda’ Radiyallahu anhuma :

فكر ساعة خير من قيام ليلة

Maksudnya :

“Berpikir satu jam itu lebih baik dari bangun beribadat sepanjang malam”

Sabda Rasullalah SAW,

تفكر ساعة خير من عبادة سنة

Maksudnya :

“Berpikir satu jam itu lebih baik dari beribadat setahun’’

Berpikir untuk berjaya ialah dengan merenungi segala perjalanan dan kejadian alam ini. Allah SAW menyuruh agar kita suka berpikir, bukan berangan-angan. Ini dijelaskan-Nya di dalam firman-Nya, sebagaimana yang termaktub di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 191 yang berbunyi[16] :

191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.

C. Akal, Pikir dan Tafakkur

Tidak dapat di ragukan bahwa studi tentang kegiatan proses kegiatan akal manusia akan tetap -meskipun dengan kemajuan ilmu pengetahuan- menjadi hal yang kompleks dan pelik yang bersangkutan dengan rangsangan, respon, pertanyaan, dan jawaban yang sulit diukur dan dilihat.

Oleh kerena itu, studi para ahli akal dan jiwa manusia menghadapkan kita pada pertanyaan yang sulit yang dilemparkan manusia pada dirinya; satu pertanyaan yang ia hadapi dari dirinya sendiri atau yang ia dapati dari konsepsi agama, yaitu, “apakah hubungan yang sebenarnya antara jasmani dan akal? Jawaban dari persoalan ini berkaitan dan mencampur-adukkan pemukiran-pemikiran filsafat dan akidah agama dengan kajian- kajian psikologi dan biologi manusia secara umum, khususnya otak dan urat saraf.

Pada sisi lain kita coba melihat sisi penting perbedaan hubungan antara akal dan otak manusia, kolompok materialis berpendapat bahwa tidak ada “akal” bagi manusia kecuali apa yang dipanggil “otak” dalam bentuk benda yang ada dalam setiap kepala manusia, mereka juga berpendapat bahwa apa yang kita sebut akal berpikir adalah tidak lain hanya merupakan refleksi dan terjemahan dari perubahan-perubahan tajam yang terjadi pada kimia otak, dan aktivitas denyutan saraf secara elekro kimiawi.

Dalam hal ini mereka mengajukan alasan bahwa pemikiran manusia bahkan seluruh peribadinya- dapat berubah dan berganti apabila otak terkena kerosakan dan tercedera. Kelompok lainnya menegaskan adanya akal yang mengendalikan otak manusia, juga perilaku dan pemikirannya.

Antara pendukung pendapat ini ialah Eccles seorang ahli saraf terkemuka dan pemenang hadiah Nobel dalam penelitiannya yang penting tentang saraf. Ilmuan ini, dan para pendukungnya, menekan bahwa tidak mungkin menafsirkan pengetahuan yang di capai para peneliti tentang kegiatan otak dan saraf kecuali adanya “akal” atau “jiwa yang tau” yang mengendalikan kegiatan saraf dan perilaku manusia.[17]

Apa itu Otak?

Otak adalah suatu sistem biologi yang sangat kompleks dan mengandungi sekumpulan sel dan tisu saraf lembut berwarna kelabu dan putih. Berat Otak manusia yang telah matang ialah lebih kurang 1.5 kilo yaitu 1/40 dari berat badan manusia.

Ia terdiri dari berpuluh billion neuron atau sel saraf. Neutron neutron tersebut mengandungi bahan sel yang saling bersambung di antara satu sama lain untuk melakukan fulsa atau denyutan saraf dan melakukan proses membawa maklumat di antara satu neutron dengan satu neutron yang lain. Fulsa saraf dalam badan manusia bergerak dengan kelajuan dari 0.5/saat (Heimler & Lockard, 1974) . ianya kemudian bersambung dengan cabang saraf yang disebut axon dan dendrite.

Cabang saraf axon akan memancarkan denyutan ayau fulsa elektrik untuk memberikan isyarat kepada sesaraf dendrite supaya otak dapat berfungsi.[18] terdapat kurang lebih 161 000 km (100 000 batu ) sesaraf dalam sistem saraf. Sesaraf yang ada di dalam otak saling berselirat dan silang menyilang antara satu sama lain, dan pertemuan di titik persilangan disebut sinaps.

Kesemua silangan atau siratan di sambungkan oleh satu selyang di sebut sel glia, selain menyambungkan sel-sel saraf, sel glia juga berperanan untuk menyuburkan nautron di dalam otak.

Otak pula di lindungi oleh sejenis cecair yang di sebut serebrospina, cecair tersebut mengelilingi otak untuk melindungi otakdari gegaran yang mungkin berlaku ke atas kepala. Dalam sistem biologi yang namakan otak inilah terdapatnya minda yaitu suatu sistem yang dinamik untuk mengelolakan segala maklumat. Minda mempunyai ciri-ciri dan pola-pola tertentu untuk mengelolakan maklumat serta rangsangan dari persekitaran dan mengendalikan aktivitas-aktivitas otak.[19]

Apakah potensi Otak?

Otak adalah pusat kawalan yang utama kepada tubuh. Ia boleh dibagikan kepada tiga unit atau bagian, yaitu otak pertama atau otak reptilian, otak kedua atau sistem limbek, dan otak ketiga yang disebut neocortex, ketiga-tiga unit otak ini berfungsi secara seragam dan senantiasa berhubung di antara satu unit dengan unit yang lain.

Otak yang pertama terletak di bagian bawah atau belakang otak yang disebut sebagai selebelum. Ia merupakan otak kecil yang menjadi pusat kepada koordinasi otot dan keseimbangan badan, serta menjalan fungsi secara automatis untuk mengawal proses pernafasan, penghadaman, dan metabolisme badan.[20]

Otak kedua atau sistem limbek, terdiri dari hiphotalamus dan hippocampus. Otak ini memainkan peranan utama mengawal emosi, deria bau, deria rasa, dan tingkah laku seksual. Otak kedua ini, juga mengawal tindakan logikal untuk merangsang keinginan-keinginan seperti rasa lapar, dahaga dan tindakan pertahanan diri apabila menghadapi situasi yang mencemaskan seperti bahaya, ketakutan, dan ketegangan emosi.

Otak ketiga atau neocortex dikenali sebagai selebelum. Ia merupakan pusat pemikiran dan kesadaran seseorang. Di sinilah terletaknya pusat kawalan untuk mengawal kemampuan dan keupayaan menguasai bahasa, pemusatan perhatian, memori, pikiran, dan kemahiran motor. Keupayaan mindadan tahap keintelektualan seseorang banyak di kawal olek otak ketiga ini.

Otak juga boleh dilihat dengan satu lagi cara yaitu dengan melakukan dua pembagian yaitu hemisfera kiri dan hemisfera kanan. Kedua-dua bagia otak ini dihubungkan oleh lebih 200 juta sesaraf yang dinamakan corpus callosum. Kedua-dua bagian otak ini menjalan fungsi secara bertantangan. hemisfera kanan otak berperanan mengawal sensasi di bagian kiri tubuh manakala otak hemisfera kiri pula mengawal sensasi bagian kanan tubuh.

Otak kiri berfungsi mengawal aktivitas bahasa, logikal, dan akademik, manakala otak kanan berfungsi mengawal penguasaan aktivitas perkara yang berkaitan dengan musik, imaginasi dam kretivitas manusia.

Penggunaan kedua-dua hemisfera otak secara harmonis akan dapat mempertingkatkan prestasi pembelajaran, penggunaaan kedua-dua hemisfera itu juga akan menjadikan proses pembelajaran akan menjadi lebih menarik perhatiaan pelajar . daya pemusatan terhadap sesuatu perkara akan lebih bertambah, daya ingatan akan lebih menjadi kuat. Imaginasi akan menjadi lebih menyeluruh dan system pemikiran akan menjadi lebih kreatif.

Potensi otak yang di miliki manusia amatlah menakjubkan. Potensi otak ini sesungguhnya tiada tampak hadnya. Otak manusia mampu menyipan segala maklumat dan merekoditasikan maklumat-maklumat yang baru pada setiap saat semenjak manusia itu di lahirkan sehingga ke akhir hayatnya.

Konsep otak sebenarnya

(a) lebih banyak fakta yang di terima oleh otak, lebih banyak yang di simpan.

(b) Lebih banyak peluang fakta digunakan lebih tinggi perkembangan otak.

(c) Lebir pintar seseorang individu, lebih banyak yang boleh di pelajarinya.

(d) Lebih banyak perkara yang dilihat dan didengari, lebih banyak perkara baru yang mau dicoba.

(e) Lebih besar rangsangan lebih besar kemampuan dan kebolehan yang bakal lahir.

Konsep otak bisa di ibaratkan seperti sebuah computer, yaitu otak memerlukan input-input yang di program terlebih dahulu. Input-input berbentuk rangsangan yang di terima oleh otak akan menentukan tahap perkembangan dan daya inteleknya. Perhatikan kemampuan yang menakjubkan yang mampu dilakukan otak manusia berbanding alat-alat ciptaan manusia, seperti jadwal dibawah ini. [21]

Perbandingan kapasitas menyimpan data :

Otak manusia 125 500 000 000 000

National

Archives 12 500 000 000 000

IBM 3850

Magnetic tape 250 000 000 000

Encylopedia

Britannica 12 500 000 000

Cekera Magnetik

(Magnetik disk) 313 000 000

Cekera liut

(floppy disk) 2 500 000

Hubungan manusia dengan Akal

Allah SWT menjadikan manusia di dunia berbeda dengan makhluk yang lain, manusia di beri kemuliaan dan kelebihan yang terlalu banyak dari makhluk yang lain. Oleh yang demikian Allah SWT telah mrnyatakan tentang kemuliaan yang dianugerahkan kepada manusia ini dalam ayat :

70. dan Sesungguhnya Kami telah memuliakan anak-anak Adam; dan Kami telah beri mereka menggunakan berbagai-bagai kenderaan di darat dan di laut; dan Kami telah memberikan rezeki kepada mereka dari benda-benda Yang baik-baik serta Kami telah lebihkan mereka Dengan selebih-lebihnya atas banyak makhluk-makhluk Yang telah Kami ciptakan.[22]

Dalam ayat yang lain Allah menyatakan lagi tentang kelebihan manusia :

4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia Dalam bentuk Yang sebaik-baiknya (dan berkelengkapan sesuai Dengan keadaannya).[23]

Perbedaan yang nyata berkenaan anugerah Allah Taala kepada manusia dapat di lihat dari jadwal di bawah ini :-

Unsur penting yang dijadikan Allah


Makhluk Allah
Roh Manusia, Malaikat, Hewan
Akal Manusia, Malaikat
Nafsu Manusia, Hewan

Jadwal di atas menunjukkan manusia di anugerahkan Allah ketiga-tiga unsur yang dijadikan. Roh membolehkan manusia hidup untuk mengabdikan diri kepada Allah. Nafsu di anugerahkan kepada manusia untuk mengecapi kelezatan yang halal dari kehidupan dunia yang sementara. Akal pula merupakan pemacu kehidupan manusia, dengan adanya akal, manusia mampu untuk membuat perancangan kehidupan dalam pelbagai aspek, dalam lingkungan dan berdasarkan daya kemampuan manusia serta suasana lingkungan hidup.

Walaupun akal mampu mengawal tingkah-laku manusia namun akal memerlukan kepada satu peraturan yang mengatur kaedah berpikir dan tindakan mereka. Oleh kerena itulah Allah telah menurunkan satu ‘Nizom Al-Hayat’ (peraturan hidup) untuk menjadi panduan umat manusia. [24]

Dalam kitab Tarikh Falsafah Al-Arabiah ( Sejarah Falsafah Bangsa Arab) Dr. Jamel Shaliba telah menyatakan bahwa, sebelum kedatangan Islam manusia hidup berpandukan kepada adat kepercayaan mereka. Mereka mempercayai kesan roh-roh jahat keatas kehidupan mereka, menilik nasib, kesan alam semesta terhadap manusia, dan lain-lain perkara yang menjadikan akal mereka tertumpu kepada aspek tersebut yang mengongkong kehidupan mereka tanpa ada penyelesaian untuk keluar dari permasaalahan tersebut sehingga datangnya peraturan dari Allah Taala yaitu Islam.

Definisi Akal

Islam telah meletakkan garis panduan dalam menggunakan Akal supaya tidak melampaui batas yang ditegah oleh Allah Taala. Ini di sebabkan akal adalah satu anugerah sebagai pewakilan dari Allah Taala kepada manusia, Al-Jahizh (wafat 255 Hijrah) berkata :

انه وكيل الله عند الانسان

Yang bermaksud: “Akal adalah sebagai wakil dari Allah yang dianugerah untuk manusia”.[25] Menurut Imam Al-Ghazali pula :

ان العقل أنموذج من نور الله

“Akal adalah pemisalan dari Nur Ilahi”.[26]

Tersebut dalam kitab Al-Hikmah, bahwa Allah Taala telah menjadikan daripada Nurnya suatu rupa yang sempurna lagi bersih suci, maka rupa tersebut itu di namakan sebagai Al-‘Aql (akal), dinamakan sebagai Akal kerena ia akan memikirkan sesuatu yang di datangkan kepadanya dari wahyu Ilahi.[27]

Islam mengiktiraf akal sebagai satu dari sumber dalam pengambilan hukum syara’, akan tetapi ia mustilah tidak melanggar hak-hak Syarak, dan syarak adalah panduan dan peraturan tetap yang tidak boleh diubah sama sekali.[28]

Dalam tradisi Syiah, akal dijadikan satu dari kaedah pengambilan kefahaman hukum, kerena itu Syiah membuat suatu dalil aqli yang berbunyi:

كل ما حكم به العقل حكم به الشرع

Yang berarti : “segala yang diputuskan oleh akal diputuskan oleh syara’.”[29]

Allah tidak mengibaratkan kalimah Akal dalam Qur’an dengan membawa lafaz Akal secara total, namun kadangkala akal di ibaratkan dengan kalimah Qalbun atau Fuaadun yang berarti hati nurani dan kadang-kadang dengan ibarat perbuatan yang menggunakan kalimah orang yang berakal, golongan yang memahami, golongan yang berpikir, golongan yang menerhatikan, golongan yang menghayati, golongan yang mengambil peringatan, orang yang mempunyai akal, orang yang mempunyai pikiran, orang yang memerhatikan.

Oleh kerena penciptaan akal kepada manusia adalah suatu yang amat besar peranannya, maka Islam akan menganggap manusia cuai bahkan tidak menggunakan akal bila melanggar Hudud keizinan Syarak, mereka di umpamakan makhluk yang tidak punya akal yaitu hewan ternakan, hal ini Allah tegaskan dalam ayat:

179. dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam banyak dari jin dan manusia Yang mempunyai hati (Tetapi) tidak mahu memahami dengannya (ayat-ayat Allah), dan Yang mempunyai mata (Tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keesaan Allah) dan Yang mempunyai telinga (Tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat); mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang Yang lalai.[30]

Manusia yang cuai ini dianggap sebagai pesalah dan mereka akan di soal di hadapan Allah Taala di Akhirat kelak, muhasabah dan kaji selidik tentang peranan yang dilakukan oleh manusia tidak haya terhad kepaya yang menyalah guna akal semata-mata, akan tetapi terhadap sesia sahaja yang menyalahi menggunakan seluruh anugerah Allah kepadanya, firman Allah Taala:

36. dan janganlah Engkau mengikut apa Yang Engkau tidak mempunyai pengetahuan mengenainya; Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu tetap akan ditanya tentang apa Yang dilakukannya.[31]

Demi menyelamatkan manusia dari penyalahguanaan akal, agar manusia dapat membina hubungkait secara bersistem antara akal dan tubuh badan mereka, maka Islam meletakkan beberapa kaedah penggunaan Akal supaya tidak menyeleweng dari landasan Syarak, antara pra-syarat berpikir adalah seperti berikut: -

1- Menghidari dari bertaqlid

Konsep bertaqlid atau mengikut pemikiran dan tindakan orang lain secara membabi-buta tanpa berpikir terlebih dahulu, atau meminta pendapat orang lain adalah di larang dalam Islam.keadaan ini menjatuhkan status akal sebagai pewakilan dari Allah Taala terhadap manusia. Bahkan dengan bertaqlid manusia tidak akan mampu untuk membentuk kendiri dan membuat perubahan dengan diri sendiri. Hal ini menyebabkan manusia gagal merancang kehidupan mereka yang membawa kepada ketidak stabilan dalan hidup.

Masyarakat jahiliah beranggapan bahawa kejayaan hidup mereka adalah bergantung kepada bertaqlid kepada nenek moyang mereka terdahulu.

Oleh sebab itu Allah telah mengutuskan Nabi Muhammad meleraikan pemikiran sesat dan kehidupan yang tidak punya peraturan.[32]

Allah mengutuk prilaku mereka yang amat berpegang kepada pemikiran nenek moyang mereka sebagaimana yang di nyatakan ayat:

104. dan apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah menurut kepada apa Yang telah diturunkan oleh Allah (Al-Quran), dan kepada RasulNya (yang menyampaikannya)”, mereka menjawab: “Cukuplah bagi Kami apa Yang Kami dapati datuk nenek Kami mengerjakannya”. Adakah (Mereka akan menurut juga) sekalipun datuk nenek mereka tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat hidayah petunjuk?[33]

Baginda Rasullalah juga dalam misi dakwah amat memerangi sikap taqlid ini, sebagaimana sabdanya yang bermaksud:

“Jangan kamu menjadi orang yang mengikut dengan membuta tuli, sekiranya manusia berbuat bauk, kami juga berlaku baik, dan sekiranya manusia berbuat zalim kami juga berlaku zalim, akan tetapi hendaklah kamu teguhkan pendirian kamu, sekiranya manusia berbuaat baik maka kamu berbuatlah kebaikan, seandainya mereka melakukan kejahatan maka janganlah kamu malakukan kezaliman.”

Hadis Riwayat At-Tirmizi

2- Memastikan perkara yang Bathil

Islam telah meletakan garis panduan yang jelas dalam mengenali perkara-perkara yang bercanggah dengan Syarak, samaada dalam perkara Akidah, Ibadat, Muamalah, dan Kenegaraan.

Dalam perkara Akidah, Islam melarang umatnya menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain konsep pergantungan terhadap semua perkara adalah mesti dan harus berpandukan kepada Islam berdasarkan perkara yang telah diputuskan Allah Taala, segala kekaburan mestilah dirujuk kepada kehendak Allah dan Rasulnya, kaedah Umum ini telah dinyatakan Allah dalan ayat :[34]

59. Wahai orang-orang Yang beriman, Taatlah kamu kepada Allah dan Taatlah kamu kepada Rasulullah dan kepada “Ulil-Amri” (orang-orang Yang berkuasa) dari kalangan kamu. kemudian jika kamu berbantah-bantah (berselisihan) Dalam sesuatu perkara, maka hendaklah kamu mengembalikannya kepada (Kitab) Allah (Al-Quran) dan (Sunnah) RasulNya – jika kamu benar beriman kepada Allah dan hari akhirat. Yang demikian adalah lebih baik (bagi kamu), dan lebih elok pula kesudahannya.[35]

3- Meletakan akal dalam ruang lingkup Syarak

Islam telah meletakkan garis panduan untuk menggunakan teori akal dalam kehidupan harian, walaupun Islam tidak menjadikan akal sebagai sumber pegangan secara mutlak (absolute), namun Islam amat mementingkan soal proses al-muwazanah (timbangtara) yang berlaku dalam pengawalan akal.

Gerak geri manusia di kawal sepenuhnya oleh medan akal yang keluar dari pengarahan dan rasa dari hati. Islam mengigatkan manusia supaya agar sentiasa mengawal kestabilan hati dalam agenda pengurusan rohani dan jasmani.

Kestabilan kawalan di hati yang juga disebut sebagai jantung dalam terjemahan sebenarnya adalah penyebab kepada tingkah laku positif anggota tubuh manusia, begitu juga sebaliknya andaikata hati tidak berperanan mewujudkan kestabilan, maka maka sudah tentu membuat pengarahannya kepada akal agar mengeluarkan arahan selanjutnya kepada anggota tubuh badan untuk bertindak sewenang-wenangnya, hal ini dinyatakan dalam sepotong hadis Nabi yang bermaksud:

“Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia itu terdapat seketul daging, apabila baik daging tersebut maka baiklah seluruh anggota badan, apabila daging tersebut rosak maka rosaklah seluruh anggota, ketahuilah..seketul daging tersebut ialah hati”.

Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim.[36]

Asal kebaikan adalah berasal dari agama yang diredhai Allah Taala.

Peraturan dan tatacara hidup yang terkandung dalam Ialam adalah merupakan setinggi-tinggi panduan yang ditetapkan Allah Taala. Allah tidak nenafikan wujubnya agama-agama yang lain, akan tetapi agama-agama tersebut dengan sendirinya ternasakh apabila Allah menurunkan agama Islam, oleh kerena itu, kita memahami bahwa agama samawi yang lain adalah benar, akan tetapi telah diubah oleh kebanyakan para pendita dan paderi yang jahat, kemudian Allah menurunkan Agama Islam sebagai penganti agama Samawi yang dahulu, dan Allah memelihara Agama suci ini sampai kapan pun.[37]

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki potensi akal untuk berpikir, potensi tersebut dapat berkembang melalui pengalaman pendidikan dan latihan sehingga setiap orang memiliki pengetahuan tentang berbagai objek, baik bersumber dari dirinya maupun lingkungan alam dan sosial.

Sebagai makhluk ciptaan Allah yang amat seni dan abstrak untuk di huraikan dengan perkataan, tiada siapa yang dapat mengawalnya apabila Allah menghendaki manusia itu binasa. Allah menjadikan kekacauan dan ganguan dalam akal manusia supaya akal manusia yang bertindak mengawal kesadaran, ingatan, pemikiran, pemahaman, deria-deria rangsangan, perjalanan darah dan denyutan jantung, juga sistem saraf pusat.[38]

Menurut Kafie (1989:13) : akal adalah potensi rohaniah yang memiliki berbagai kesanggupan, seperti; kemampuan berpikir, menyadari, menghayati, pengertian , atau memahaman semuanya merupakan istilah yang berarti bahwa kegiatan akal itu berpusat atau bersumber dari kesangggupan jiwa yang disebut interligensi (sifat kecerdasan manusia).[39]

Dengan potensi akal itu pulalah yang membedakan makhluk manusia itu dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lain.Dengan menggunakan akal manusia dapat berpikir, berfilsafat, merenung, mengamati, dan meneliti. Kegiatan akal sebagaimana disebut, menjadikan ciri khas manusia sebagai makhluk ciptaan Tuahan yang paling sempurna di antara makhluk ciptaan Allah.

Sebagai potensi yang ada dalam diri manusia, berpikir merupakan kerja yang psikologis yang didukung oleh fungsi pancaindera yang menangkap berbagai infomasi tentang berbagai eksistensi baik di dalam diri maupun di luar diri manusia sehingga melahirkan pengetahuan.[40]

Dari sudut pandang psikologi modern, tafakur termasuk dalam bagian dari psikologi berpikir-lapangan sentral kajian psikologi tradisional pada masa-masa sebelum aliran behaviorisme mendominasikan psikologi. Pada masa-masa awal, psikologi banyak terfokuskan pada studi sekitar pikiran, kandungan perasaan, dan bangunan akal manusia.

Bagian pemikiran manusia

Dalam seumur hidup manusia, pemikiran mereka hanya dapat di bagikan dua bagian sahaja, tidak ada lagi yang ketiganya yaitu memikirkan perkara positif dan yang baik, keduanya ,memikirkan perkara yang negatif (keburukan), oleh kerena itulah asal perbuatan jahat dan baik bermula dari proses berfikir terlebih dahulu, dan pikir merupakan permulaan kehendak dan kemauan mengasingkan diri, menegah, menyintai, dan marah, maka oleh sebab itu manusia harus berfikir dalam benda yang memberi menafaat seperti memikirkan baik buruknya perbuatan sesuatu perkara dan apakah akhir akibatnya baik atau buruk, jika buruk maka ia bias mengelakan dari awal-awal lagi.[41]

Perbedaan antara Pikir dan Tafakkur

Seorang Ilmuan juga Psikolog Islam terkenal, Dr. Malik Badri telah memberi satu kajian kritis tentang perbedaan antara Tafakkur dengan berpikir juga antara tafakkur dengan Meditasi Transendental, yang berkembang pesat di dunia Barat akhir-akhir ini,yang mereka ambil dari timur . Beliau juga membahas keunggulan orang Islam- ketika bertafakkur tentang alam Raya, tentang diri manusia dan tentang sunah Allah, di banding dengan para peneliti dan pemikir bukan Islam.

Orang Islam memiliki faktor-faktor pendorong yang tidak di miliki orang lain. Orang Islam mengharapkan sesuatu dari Allah, sementara orang lain tidak demikian. Pengalaman tafakkur dalam sejarah umat islam dapat memantulkan dan mengkristalisasikan umat Islam pada masa keemasan mereka.[42]

D. Urgensi Tafakkur dalam Pembaikan Akhlak Manusia

Ibadah yang pertama kali yang di tuntut oleh Rasullalah ialah dari para pengikutnya ialah berpikir dan bertafakkur dengan tenang dan penuh keikhlasan sesuai dengan kedar dan tingkatan akal pikiran mereka, firman Allah Taala:

46. Katakanlah: “Sesungguhnya Aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; Kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras[1244].

[1244] Berdua-dua atau sendiri-sendiri maksudnya ialah bahwa dalam menghadap kepada Allah, Kemudian merenungkan keadaan Muhammad s.a.w. itu sebaiknya dilakukan dalam keadaan suasana tenang dan ini tidak dapat dilakukan dalam keadaan beramai-ramai.

Yang di maksudkan dengan menghadap Allah Swt adalah ikhlas dalam mencari kebenaran . sedangkan yang di maksudkan dengan kedua-dua atau sendiri-diri adalah jauh dari pengaruh dan tekanan akal orang banyak.[43]

Dengan bertafakkur atau berpikir akan menurunkan atau membuahkan pengetahuan dan menghasilkan ilmu, pada gilirannya, pengetahuan akan menghasilkan keadaan ( hal) hati. Atau pengetahuan akan menggerakkan hati, lalu hati menggerakkan anggota tubuh badan untuk melakukan sesuatu perbuatan.

Oleh kerena itu berpikir secara mendalam, merenung, atau bertafakkur, merupakan kunci dari amal yang salih, atau perbuatan baik atau bijak. ini adalah lebih baik dari dzikir, dan dzikir adalah lebih baik dari mengajar, kerena tafakkur juga berarti dzikir, adapun zdikir, adalah lebih baik dari amal yang di lakukan oleh anggota tubuh.

Maka dari itu, tafakkur adalah lebih baik dari semua amal dan perkerjaan. Untuk itulah seorang waliyyullah telah mengatakan bahwa bertafakkur selama satu jam adalah lebih utama ketimbang beribadat selama setahun.

Tafakkur akan membimbing dan menuntun manusia kepada simpulan pengertian yang sangat bermakna dan berguna bahwa akhirat adalah lebih baik dari dunia. Ketika pikiran ini tertanam mendalam ke dalam hati, niscaya hal itu akan memimpin manusia kepada sikap dan prilaku zuhud dari dunia dan berhasrat besar kepada kedamaian, dan kebahagiaan yang kekal di akhirat. Inilah perubahan didalam hati. Sebelum manusia memperoleh pengetahuan atau ma’rifat seperti ini, hati umumnya lalai dan berpaling kepada kesenangan dan kenyamanan juga kemewahan dunia, serta tidak menyukai, bahkan membenci akhirat.

Setelah memiliki pengetahuan bahwa akhirat adalah lebik baik dari dunia yang hadir dalam hati, maka hati juga mengalami perubahan lalu kehendak dan keinginannya pun berubah sepenuhnya. Dan pada akhirnya seluruh amal perbuatannya dibimbing dan di tuntun oleh motif untuk mendapat kebahagiaan akhirat.[44]

Bertafakkur, merenung dan memikirkan secara mendalam adalah sebutan lain bagi menyalakan ilmu yang akan muncul akibat dari besi yang dipukulkan pada batu ketika api terpercik dari pukulan besi pada batu, maka kita tidak melihat sesuatu pun. Percikan api yang tampak itu membangkitkan seluruh anggota tubuh siap bertindakuntuk melakukan sesuatu. Demikian halnya pula dengancahaya yang memancar dari hati manusia, yang dengannya manusia dapat melihat hakekat atau sifat hakiki yari segala sesuatu.

Cahaya yang mengubah hati yang tadinya tiada dapat melihat sesuatu pun di dalam kegelapan. Dengan demikian, hasil dari tafakkur adalah ilmu, pengetahuan dan perubahan hal ( keadaan) hati. Tidak ada batas dan ujungnyadari keadaan yang mengubah hati, orang yang berusaha untuk menguasai semua cabang ilmu pengetahuan keagamaan, tentu dia tidak akan mampu. Maka dari itu, kita sayogianya berusaha menguasai sebagian pengetahuan tentang semua tahap atau maqam yang menuntun kita kepada pencerahan ruhaniah.[45]

a. Cara dan Obyek-obyek Tafakkur

Imam Al-Ghazali membatasi diri manusia pada cara bertafakkur dalam hubungannya dengan masaalah-masalah keagamaan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya, Allah Taala, ada dua macam cara bertafakkur dalam hal ini.

Pertama : bertafakkur dalam hubungannya dengan kebajikan dan kejahatan seseorang hamba, dan,

Kedua : bertafakkur berkenaan dengan Allah Taala, wujud-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan nama-nama-Nya yang indah dan berkenaan dengan makhluk-makhluk-Nya, kekuasaan dan kedaulatan-Nya, langit dan bumi serta apa-apa yang terdapat antara keduanya.

Sebagai contoh berikut, seorang salik, musafir atau penempuh jalan kepada Allah Taala, dan orang-oarang yang rindu untuk berjumpa dengan-Nya kelak, dapat di ibaratkan sebagai seorang pencinta yang asyik dan tenggelam dalam cinta kepada kekasihnya, kecantikan dan keindahannya, sosok pribadi serta rupa bentuknya selalu merindukan pertemuan dengan kekasihnya itu. Ia juga membayangkan akan memperoleh kenikmatan dan kelawatan dalam perjumpaan tersebut.

Kesenangan dan kenikmatan itu niscaya akan bertambah jika ia mengigat kepadanya, akhlaknya, dan perbuatannya, ia akan selalu berpikir dan merenungkan bagaimana dirinya meluruskan dan membetulkan diriagar mendapat cinta dari kekasihnya. Demikian juga halnya bertafakkur kepada Allah, seorang hamba yang bertafakkur kepada Allah Taala yang di cintainya, niscaya tidak akan keluar dari dua bagian berikut.

(1) ia memikirkan amal-perbuatannya, apa yang baik dan apa yang buruk, apakah banyak yang baik atau yang buruknya, hal ini bekaitan dengan ilmu mu’amalah.

(2) ia bertafakkur atas masalah-masalah ruhaniah (spiritual), atau menyangkut ilmu-ilmu mukasyafah. Ini mencakupi hal-hal yang di sukai Allah Taala dan hal-hal yang tidak disukai-Nya. Lagi-lagi ini berhubung dengan kebaikan dan keburukan yang terbuka, yang di sebut hal-hal yang zahiriyah, serta kebaikan dan keburukan yang tersembunyi, yang di sebut hal-hal yang bathiniyah.[46]

Contoh hal-hal yang lahiriyah antara lain berupa perbuatan taat dan perbuatan maksiat kepada Allah. Contoh hal-hal yang bathiniyah di antaranya adalah prilaku dan perbuatan hati yang menyelamatkan dan mencelakakan atau membinasakan yang tempatnta adalah di dalam hati. Taat dan maksiat, kebaikan dan kejahatan selalu berhubung dengan anggota yang tujuh.

Contoh kejahatan lahiriyah ialah lari dari perang agama, durhaka kepada orangtua dan tinggal di tempat yang di haramkan.

Ada tiga perkara dalam hubungannya dengan bertafakkur mengenai hal-hal yang disukai dan tidak disukai Allah Taala.

(1) memikirkan adakah sesuatu perbuatan tertentu disukai Allah atau tidak. Cacat, kekurangan, atau kerosakan dari perbuatan-perbuatan yang kita kalukan umumnya tersembunyi, tidak terbuka, dan tidak kita sadari. Ini semua membutuhkan perenungan yang mendalam.

(2) Memikirkan dengan keras untuk menemukan jalan guna menjaga diri dari hal-hal yang tidak di sukai Allah, yang buruk, keji, dan mungkar, dan,

(3) Memikirkan apakah sesuatu yang sudah, sedang, dan akan kita perbuat di sukai Allah Taala atau tidak, jika ada suatu yang tidak di sukai Allah kita lakukan pada masa silam, hendaklah kita menyesal, jika suatu perbuatan yang di benci Allah belum terlaksana, maka hendaklah kita menjaga diri daripadanya.[47]

Obyek Tafakkur.

Ada empat hal yang hendaknya menjadi obyek Tafakkur, yaitu (1) ketaatan (kebaikan), (2) maksiat (kekejian), (3)sifat-sifat yang membinasakan, dan (4) sifat-sifat yang menyelamatkan.

(1 ) Perbuatan yang taat. Yang pertama-tama dan yang paling utama ialah hendaklah kita pikirkan amalan-amalan yang fardhu (wajib), bagaimana melaksanakannya, bagaimana cara menjaganya dari kekurangan dan keteledoran, bagaimana menyelamatkan diri dari pelaksanaan yang bolong-bolong, bagaimana cara menambalnya dan mengantikannya dengan amalan yang sunat (tambahan), pikirkan pula apakah mata, lidah dan telinga telah menjalankan menjalankan kewajibannya secara tepat dan sudah menunaikan amalan –amalan yang disukai Allah Taala.

(2) perbuatan maksiat. Yakni perbuatan maksiat yang sering kali dilakukan anggota tubuh, seperti lidah yang suka berbohong, memfitnah dan sebagainya, telinga yang sering mendengar gunjingan dan omong kosong misalnya, perut yang mau makan benda yang haram, uang sogokan, pikirkanlah bagaimana jalan menjauhkan dari semua perkara tersebut. Apabila nya kita pernah lakukan perkara-perkara yang disebut, ingat Allah itu maha Pengampun, tinggalkan maksiat, bertobatlah atas perbuatan itu.

(3) sifat-sifat yang membinasakan- renungkalah dan pikirkanlah dengan bersungguh-sungguh kesalahan dan kejahatan yang pernah dilakukan yang menganggu dan merusakan amalan kita sendiri, maksuknya ialah kekejian diri sendiri, misalnya hawa nafsu, sifat marah, kikir, sombong, riya, iri, dengki, malas, gemar menunda-nunda amalan kebajikan, rakus harta, pujian, nama dan kemegahan diri. Renungkan dan pikirkanlah bagaimana untuk menghilangkan kejahatan-kejahatan tersebut dari hati dengan usaha yang bersungguh-sungguh.[48]

(4) sifat-sifat yang menyelamatkan- setelah merenung yang memikirkan tiga hal tersebut, hendaklah juga bertafakkur adakah sudak mendapat karunia sifat-sifat yang menyelamatkan, dan adakah ada kehasratan dan kemauan dalam hati masing-masing untuk mendapat sifat-sifat yang menyelamatkan, berikut ini sepuluh dasar yang mengantarkan manusia kepada keselamatan di akhirat, yaitu tobat dari segala dosa, sabar dalam musibah dan kesulitan, syukur atas segala nikmat Allah, takut kemurkaan Allah, harap keampunan Allah, zuhud dari dunia, ikhlas, benar, cinta Allah, dan tawadhu’, pikir dan renungkanlah bagaimana usaha untuk mendapatkan semua perkara ini. [49]

c. Bertafakkkur tentang Makhluk Allah

Allah memerintah manusia supaya bertafakkur tentang makhluk ciptaannya dan mengambil faedah dari apa yang dia tafakkuri, perintah ini terdapat dalam firman Allah dalam Surat Yunus ayat yang ke 101 yang berbunyi:

101. Katakanlah (Wahai Muhammad): “Perhatikan dan fikirkanlah apa Yang ada di langit dan di bumi dari Segala kejadian Yang menakjubkan, Yang membuktikan keesaan Allah dan kekuasaanNya). Dalam pada itu, Segala tanda dan Bukti (yang menunjukkan kekuasaan Allah), dan Segala Rasul (yang menyampaikan perintah-perintah Allah dan memberi amaran), tidak akan memberi faedah kepada orang-orang Yang tidak menaruh kepercayaan kepadaNya.

Dalam ayat ini Allah Taala menceritakan kepada kita berkenaan Alam Semesta yang luas terbentang di hadapan kita ini, allah tidak pula menceritakan berkenaan alam Malakut yang gaib dari pandangan kita semua, jikalau adalah alam ini suatu kejadian dan ciptaan Allah yang maha Gagah Perkasa dan kita yang kita beriman dengannya nescaya ini adalah menjadi tanda juga bukti bahwa terdapat suatu alam yang gaib yang Allah ciptakan untuk kita beriman mempercayainya.

Bertafakkur dengan apa yang ada di langit

Coba kita perhatikan tentang keindahan keindahan dan keelokan ciptaan Allah di langit misalnya, terdapat di sana jutaan gugusan kelompok bintang-bintang yang sangat indah di pandang mata, alangkah ajaib dan indahnya kedipan bintang-bintang itu. Perhatikan dan tafakkurkanlah dengan penyataan Allah ini:

1. Demi langit dan yang datang pada malam hari,

2. Tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?

3. (yaitu) bintang yang cahayanya menembus,

Dalam ayat ketiga, perkataan an-najm at-thaqib diterjemahkan kepada bintang yang cahayanya yang menembusi. Dalam kamus bahasa Arab perkataan thaqaba memberi maksud mengorek, menyucuk, membuat lobang, dan lobang . semua bermaksud membuat lobang atau lobang, perkataan at-thaqib juga diterjemahkan sebagai cahayanya yang menembus, dalam hubungan ini, untok mengaitkan ayat 3 dalam surat at-Tariq ini kepada fenomena Black Hole yang tidak bertantangan dengan tafsiran yang mengatakan bahwa Thoriq itu sebagai bintang yang cahayanya yang menembus kerena Black Hole mengeluarkan sinaran x yang punya kemampuan untuk menembusi semua objek pepejal. Kenyataan alQuuran ini merupakan satu lagi bahwa Al-Quran itu benar.[50]

Coba kita perhatikan tentang betapa indahnya terbitnya mentari di pagi hari, dan bulan di malam hari, dan indahnya kejadian gerhana matahari dan bulan, gerhana penuh dan separuh, itu semua menjadi tanda kekuasaan dan kehebatan Allah Taala yang maha Pencipta, bulan dan matahari tersebut masing masing beredar dan bergerak di atas orbitnya yang tersendiri, dan tidak akan pernah selama ini bulan dan matahari tertembung sesama sendiri, dengan rapinya peredaran keduanya maka tidak pernah berlaku malam mendahului siang hari dan siang hari tidak akan pernah mendahului malam kerena masing-masing bergerak dan beredar mengikut tugasan yang diwajib kan Allah keatas mereka, firman Allah Taala dalam surat Yasin ayat 40 :[51]

40. (dengan ketentuan Yang demikian), matahari tidak mudah baginya mengejar bulan, dan malam pula tidak dapat mendahului siang; kerana tiap-tiap satunya beredar terapung-apung di tempat edarannya(orbit) masing-masing.

Bertafakkur dengan apa yang ada di bumi

Marilah coba kita berpikir sejenak tentang ayat di bawah ini, firman Allah Taala:

11. ia juga menumbuhkan bagi kamu Dengan sebab hujan itu tanaman-tanaman dan pokok-pokok zaitun dan tamar (kurma) serta anggur; dan juga dari Segala jenis buah-buahan. Sesungguhnya Yang demikian mengandungi satu tanda (yang membuktikan kekuasaan Allah) bagi kaum Yang mahu berfikir.[52]

Coba kita pikir tentang salah satu perkara yang telah disebut dalam ayat di atas yaitu pohon kurma, pohon tersebut seperti yang telah kita ketahui tumbuh daripada suatu biji benih dari bumi, daripada biji benih yang sangat kecil ( suatu buji benih yang tidak sampai pun saiz 1 sentimeter persegi) , bisa menumbuhkan satu jisim kayu yang amat besar dengan ketinggian 4-5 meter dan beratus-ratus kilogram beratnya. Satu benda yang digunakan oleh biji benih untuk tumbuh sehingga menjadi pohon hanyalah bumi di mana tempat untuk menanamnya.

Coba kita pikir lagi bagaimana suatu biji benih dapat pengetahuan bagaimana ia hendak membentuk sebatang pokok?, dan bagaimana ia dapat menghuraikan benda-benda yang terdapat dalam tanah untuk mencipta kayu?, dan bagaimana ia bisa meramalkan bentuk dan struktur yang di perlukan?.

Soalan terakhir ini amatlah penting, kerena ia bukan lah sekedar secebis kayu yang biasa tumbuh dari sati biji benih, tetapi ia adalah satu organisma yang amat komplek dengan akar yang di gunakan untuk menyerap bahan dari bumi dengan bantuan air hujan, dengan pelepah dan daun yang telah disusun dengan sempurna, seorang manusia akan kesukaran walau hanya untuk melukis sekeping gambar sebatang pokok. Sebaliknya, satu biji benih dengan mudah bisa menghasilkan pohon kayu yang mempunyai item yang komplek dengan hanya menggunakan bahan-bahan didalam tanah.

Pemerhatian ini bisa kita disimpulkan bahwa satu biji benih adalah sangat pintar dan lebih arif dari kita, atau yang lebih tepat lagi, terdapat satu kepintaran yang amat menakjubkan dalam aktivitas yang di lakukan oleh sebiji biji benih, tetapi apakah sumber kepintaran itu?, adakah munasabah satu biji benih punya kepintaran dan ingatan seperti itu?, tidak ragu-ragu lagi bahwa soalan ini mempunyai satu jawaban tunggal : yaitu ia dicipta sedemikian terlebih dahulu dan di beri kebolehan untuk membentuk sebatang pokok. Setiap biji benih dalam tanah telah dilindungi oleh Allah dan berkembang dalam pengetahuannya. [53]

Dalam satu ayat Allah menyatakan:

59. dan pada sisi Allah jualah anak kunci perbendaharaan Segala Yang ghaib, tiada sesiapa Yang mengetahuiNya melainkan Dia lah sahaja; dan ia mengetahui apa Yang ada di darat dan di laut; dan tidak gugur sehelai daun pun melainkan ia mengetahuinya, dan tidak gugur sebutir bijipun Dalam kegelapan bumi dan tidak gugur Yang basah dan Yang kering, melainkan (Semuanya) ada tertulis di Dalam Kitab (Lauh Mahfuz) Yang terang nyata.[54]

Dialah Allah yang telah mencipta bijih benih dan seterusnya membolehkan ia tumbuh sebagai satu tumbuhan yang baru. Firman Allah Taala lagi:

95. Sesungguhnya Allah jualah Yang membelah (menumbuhkan) butir (tumbuh-tumbuhan) dan biji (buah-buahan). ia mengeluarkan Yang hidup dari Yang mati, dan mengeluarkan Yang mati dari Yang hidup. Yang sedemikian itu kekuasaannya ialah Allah. maka Bagaimanakah kamu dipalingkan dari menyembahNya (oleh benda-benda Yang kamu jadikan sekutuNya)?[55]

Biji benih adalah satu tanda dari segala yang allah ciptakan dalam alam semesta ini, jika manusia mula berpikir bukan hanya dengan pikiran mereka, tetapi juga dengan hati mereka, dan tanyalah kepada diri sendiri tentang persoalan “kenapa”, dan “bagaimana”, niscaya mereka akan dapat memahami bahwa semua alam semesta ini adalah bukti kewujudan dan kekuasaan Allah Taala yang maha Perkasa.[56]

Coba tafakkur pula dengan ayat ini, firman Allah dalam surat Al-Ambia ayat 30 :

30. Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?

Dalam ayat ini, Allah saw menyatakan bahwa semua organisme hidup berasal daripada air, ayat wa ja’alna minal kulla sya’i haiyun afala ta’kilun bermakna kami jadikan semua organisme daripada air. Ibnu Katsir dalam Tafsirnya memaparkan, adalah sumber hidup dan kehidupan.[57]

Berpikir tentang diri sendiri

Firman Allah Taala:

21. dan juga pada diri kamu sendiri. maka mengapa kamu tidak mahu melihat serta memikirkan (dalil-dalil dan Bukti itu)?

Ayat ini telah menarik perhatian manusia supaya memerhatikan kepada dirinya sendiri,yang di jadikan dari benda-benda yang bertantangan seperti akal dan nafsu, bakhil dan pemurah, marah dan redha, dan sebagainya. Ayat ini jugalah yang menyebabkan fakultas perubatan diseluruh dunia mengambil masa selama tujuh tahun untuk menyingkap kejadian manusia secara terperinci dari semua perkara termasuk rohani dan jasmani.

Allah menyatakan kepada kita bahwa dalam diri kita semua terdapat tanda-tanda yang menunjukkan keatas keesaan aAllah Taala, serta membenarkan dengan apa yang dibawakan rasul-rasul Allah, apakah kita tidak melihat dengan satu pandangan teliti yang dapat diambil pengajaran dengan pandangan yang yakin sehingga kita boleh mengambil bukti-bukti dengan demikian itu keatas Tuhan yang maha Pencipta dan maha pemberi rezeki yang berkeadaan Esa dengan Uluhiyah.

Dan diri-diri kita bukanlah diciptakan secara berkebetulan, dan bukanlah dicipta secara semula jadi. Sesungguhnya Allahlah yang menciptakannya dan dialah yang menghidupkan kita, dan dialah yang akan mematikan kita, dan dia juga yang akan membangkitkan kita kembali. Maka pada diri kita dan otak pemikiran kita terdapat berjuta-juta sel dan deria-deria panca seperti penglihatan, pendengaran, perasaan, sentuhan, rasa, perjalanan darah, serta alat alat pernafasan, dan lainnya yang merupakan tanda yang amat menyakinkan bagi mereka yang mau berpikir, dan tidak mingkinlah mereka dapat memikirkan hakekatnya kecuali mukmin yang bertaqwa kepada Allah Taala.[58]

Coba renungkan dan tafakkurkan dengan maksud firman Allah ini, Allah telah mengungkap berkenaan hujung jari manusia semenjak lebih seribu tahun silam, kemudian baru hal ini dibuktikan sains modern setelah berabad-abad, yaitu firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 1-4 yang berbunyi:

1. Aku bersumpah demi hari kiamat,

2. Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).

3. Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?

4. Bukan demikian, Sebenarnya kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.

Dalam ayat 4, perkataan banan bermaksud ujung jari atau perut jari, Tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah Taala berkata bahwa Dia bisa menjadikan banan semuanya sama ukuranya, perkara yang menakjubkan disini ialah, ayat ini menyatakan bahwa ujung jari manusia (termasuk sidik jari) manusia tidak pernah sama antara satu sama lain. Sebelum perbedaan sidik jari manusia diketahui oleh sains.

Ruqayyah Waris Maqsud, seorang wanita Inggeris yang ahli Sarjana Teologi Kristen telah menyatakan: “antara sebab yang mendorong saya menganut agama Islam ialah ayat 4 surat al-Qiyamah yang menyatakan tentang perbedaan ujung jari manusia”. Beliau mengulas ayat tentang ayat ini “ini adalah mukjizat dan sekiranya ia bukan mukjizat, apa lagi yang bisa dikatakan mukjizat”.[59]

d. Batasan Tafakkur

Dapat dipahami bahwa pengertian tafakkur adalah berpikir atau memikirkan dan merenungkan tentang makhluk-makhluk ciptaan Allah, bukan Dzat-Nya. Al-Qur’anul Karim banyak memberi dorongan kepada kaum muslimin bukan hanya bertafakkur, tetapi juga bertadabbur (memahami ). Allah Taala memerintah manusia bertafakkur dengan makhluk-makhluk Allah tetapi Allah melarang manusia berpikir tentang Dzat Allah, dari Abi Dzar R.A bahwa Rasullalah bersabda:

تفكروا في خلق الله ولا تفكروا في الله

Hadis riwayat Abu Shaikh

Artinya : “berpikirlah kamu mengenai segala makhluk Allah, dan janganlah kamu memikirkan tentang Dzat Allah, kerena demikian itu menyebabkan kamu binasa (menjadi sesat).[60]

Sekalipun lafaz-lafaz hadis berkenaan Tafakkur ini berlainan sedikit, tetapi maksudnya tidak berbeda, yaitu menyuruh tiap-tiap manusia memikirkan segala kejadian dalam alam semesta yang telah di ciptakan Allah ini dan pelbagai jenis nikmat yang telah di kurniakannya untuk manusia. Berserta dengan itu, baginda Rasullalah SAW melarang keras daripada memikirkan Dzat Allah Taala kerena dengan demikian bukan saja tidak dapat di capai oleh Akal Pikiran, bahkan ini akan menjerumus manusia ke dalam kesesatan.

Soal ini jelas sekali, kerena Dzat Allah Taala adalah Dzat yang maha Tinggi, tidak akan mungkin dapat di ketahui oleh Akal manusia yang sememangnya terhad lingkungan pemikirannya dan terbatas kemampuannya. Oleh kerena itu, hal ini tidak menjadi masalah dan tidak patut dijadikan satu perkara yang di musykilkan.[61]

Soal kita tidak mengetahui hakekat segala suatu, tidak menjadi hal, asalkan kita dapat mengetahui sifat-sifanya, dan faedah-faedah yang didapati daripadanya sesuai dengan keperluan kita. Misalnya tenaga lestrik yang senentiasa kita gunakan, dan mengambil faedah daripadanya, kita tidak ketahui hakekatnya dan Ahli Sains sendiri tidak juga mengetahuinya dan tidak pernah jelaskan hakekatnya kepada kita.

Maka bagaimana seseorang manusia hendak mengetahui hakekat Dzat Allah yang maha Tinggi?, dan yang tidak akan pernah ada suatu pun yang menyamainya?, sedangkan banyak di antara benda-benda yang di jadikan Allah dan ada di lingkungan kita tidak akan pernah juga di ketahui oleh akal kita.

Sekiranya ada juga seseorang itu coba memikirkan tentang hakekat Dzat Allah yang tidak ada bandingan itu, sudah tentu pikirannya memberi suatu gambaran yang tidak benar dan tidak tepat dengan hakekat yang sebenarnya. Dan ini adalah buruk padahnya sebagaimana yang telah di terangkan Rasullalah didalam hadis tersebut. Kerena orang itu telah menggunakan akalnya bukan pada tempatnya.[62]

Dalam pada itu, akal dapat memberi keyakinan tentang wujudnya Allah Taala, dan sebagian dari sifat-sifat kesempurnaanNya, apabila di buktikan oleh dalil-dalil akal yang jelas lagi nyata, manakala sebagian lagi sifat kesempurnaaNya dapat di terima dari Al-Qur’an dan Hadis Mutawatir.

e. Tafakkur sebagai jalan makrifatullah

Dalam usaha mengenal Tuhan, Tafakkur punya peranan yang amat penting, untuk bertafakkur supaya mencapai ma’rifatullah, manusia perlu memiliki akal yang sehat dengan kepahaman ilmu asas agama yang mencukupi, untuk mencapai ma’rifattullah manusia perlu dan butuhnya dengan apa yang di katakan dalil akal.

Dalam mengenal Allah menggunakan metode akal, kelompok Muktazilah mendahului kolompok yang lain, akan tetapi kerena mereka menggunakan akal secara berlebihan, sehingga jika nas yang mutawatir itu bercanggah dengan akal pikiran, mereka tolak nas walaupun nas itu dari Qur’an dan Hadis sehingga mereka dibantah keras oleh golongan Ahlus Sunnah dari aliran Asya’ariyah dan Maturidiyah.

Sedikit berbeda dengan golongan Mu’tazilah, Aliran Asyaariyah dan Maturidiyah juga menetapkan antara jalan makrifatullah mestilah ada perseimbangan antara metode wahyu dan akal (perseimbangan antara hukum aqli dan hukum naqli), yakni wujudnya Allah itu akan hanya diketahui dan diyakini dengan adanya penjelasan-penjelasan dari dalil –dalil akal terlebih dahulu, baru dibawa dengan dalil-dalil mutawatir dari hukum naqli (Al-Qur’an dan Hadis) seperti dalil-dalil akal yang membuktikan wujudnya Allah Taala, yang ketinggian martabat kewujubannya ialah, bahwa segala yang ada ini, selain dari Allah adalah wujudnya baharu, dari ada kepada tiada, hal ini di akui kebenarannya oleh akal dan kenyataan-kenyataan yang lahir, kerana dalil dalil akal ini akan mendokong dalil-dalil dari nas mutawatir.

Jelasnya, tiap-tiap apa jua yang sah pada akal wujudnya, terbagi kepada dua martabat:

Pertama : sesuatu yang wujudnya “wajib ada” (wajibul wujud), yakni wujudnya itu adalah hakekat Dzatnya, bukan di sebabkan oleh yang lain.

Kedua : sesuatu yang wujudnya “mungkin ada” (mumkinul wujub) yakni yang wujudnya berasal dan berpunca dari yang lain sedang hakekatnya mungkin ada mungkin tiada.

Apabila sudah tetap (sabit) dan jelas bahwa wujud martabat yang kedua ini baru, dari tiada kepada ada, dan wujudnya itu di sebabkan oleh yang lain, maka sudah tentu ada Penciptanya yang maha tinggi martabat wujudnya yaitu Dzat yang Wajibul Wujud.

Dan sudah tentu pula bahawa yang baharu wujudnya itu senantiasa berhajat kepada Pemberi wujudnya itu, dalam setiap saat dan masa, kerena sifat berhajatnya itu adalah suatu sifat yang tak dapat di pisahkan dari hakekatnya.[63]

Tegasnya, sebagaimana tiap-tiap yang baharu itu berhajat kepada pemberi wujudnya, dari tiada kepada ada, ia juga berhajat kepada pemberi wujudnya itu untuk mendapat bantuan bagi meneruskan wujudnya.

Dengan itu nyatalah bahwa hakekat sesuatu yang mungkin wujudnya.[64] Coba kita pikirkan, Allah ciptakan segala suatu di atas muka bumi ini ada tujuan yang tertentu dan tujuan-tujuan yang lain, Dia tidak menciptakan semua yang ada atas muka bumi ini dengan main-main dan senda-gurau. Allah Saw berfirman :

“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main.

Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.[65]

Dalam penciptaan Makhluk, ada tanda-tanda kebesaran dan kewujudan Allah Taala, cuba pikirkan sejenak, dari binatang yang dicipta Allah, ada dapat terbang di angkasa, sebagian yang lain berjalan diatas tanah dengan dua kaki, sebagian yang lain pula merayap dengan perutnya, sebagian berjalan dengan dua kaki, sebagian dengan empat kaki, sebagian dengan sepuluh kaki, dan sebagian yang lain berjalan dengan seratus kaki, dan sebagainya. Tafakkurkanlah, pada mereka manusia akan menemukan tanda-tanda kekuasaan Allah yang amat menakjubkan yang memperlihatkan keagungan dan kebesaran Sang Pencipta.

Renungkan dan bertafakkurlah bagaimana mereka membangunkan tempat habitat (tempat hidup) mereka, bagaimana mereka mengumpulkan makanan, mencintai pasangan, manusia tidak akan mampu melakukan pekerjaan mereka dengan segala kemampuan dan ilmu yang ada. Apakah kita berpikir laba-laba melakukan pekerjaan-perkerjaan tersebut kerena inisiatifnya sendiri?, dan mempelajarinya tanpa da yang mengajari?, atau apakah diajari oleh manusia?, atau ada yang mencipta dan mengajarinya?, apakah semua ini tidak membuktikan bahwa yang Sang Maha Pencipta adalah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana?[66]

Itu semua adalah bahan bagi perenungan dan tafakkur kita, kita harus memikirkan tentang ciptaan-ciptaan Allah yang maha menakjubkan dan bukan memikirkan wujud dan dzat-Nya, pemikiran dan perenungan diatas akan membawa manusia lebih dekat kepada Allah, makin banyak manusia merenung ciptaan-Nya,[67] akan makin banyak manusia mengenal keagungan, kekuasaan dan kekuataan-Nya, yakni dengan banyak bertafakkur akan memakrifatkan manusia kepada Tuhan-Nya.
[1] Dr. Muhamad Idris Abdul Rauf Al-Marbawi Al-Makki, Kamus Idris al-Marbawi Cet 3, Dar An-Nu’man, Kuala Lumpur, 1993, hlm 100

[2] Al-Ustaz Husin B Awang, Kamus At-Thulab, Arab-Melayu, Pustaka Dar Al-Fikr,Kuala Lumpur, Cet.1, 1994, Hlm 313-314

[3] Dr. Malik Badri , Al-Tafakkur min Musyahadah Ila Syuhud, terjemahan dalam Bahasa Melayu oleh Usman Shihab Husnan, (Universitas Islam Antarbangsa Malaysia, Kuala Lumpur) dengan judul tafakkur dari alam musyahadah kepada alam syuhud, Editor oleh Dr. Deddy Mulyana M.A. dengan judul Tafakkur- Perspektif Psikologi Islam,(Bandung,Remaja Rosdakarya, 1996) Hlm 19.

[4] Abdul Aziz Ismail, siri bacaan kecemerlangan diri- Tafakkur, Pustaka Al-Hidayah, Kuala Lumpur, cet. 1, 2004, Hlm vi

[5] Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, buku kedua belas, Terj. Purwanto, Penerbit MERJA, Bandung, 2007, Hlm 16

[6] Syeikh Ab.Qadir Al-Jailani, Sirrul Asrar, terjemahan K.H. Zezen Zainal Abidin Zayadi Bazul Asyhab (1997), Percetakan Putrajaya, Selangor, Cet 4, 2001, Hlm 27

[7]Dr. Malik Badri , Al-Tafakkur min Musyahadah Ila Syuhud, terjemahan dalam Bahasa Melayu oleh Usman Shihab Husnan, (Universitas Islam Antarbangsa Malaysia, Kuala Lumpur) dengan judul tafakkur dari alam musyahadah kepada alam syuhud, Editor oleh Dr. Deddy Mulyana M.A. dengan judul Tafakkur- Perspektif Psikologi Islam,(Bandung,Remaja Rosdakarya, 1996) Hlm viii

[8] Subhi Ab.Rauf Ashr, Mu’jam Maudu’i li Ayat al-Qur’an, Darul Fadhilah , Cairo, tth, hlm. 230

[9] , Muhamad Fuad Ab.Baqi, Al-Mu’jam Al-Mufarras li Alfazil Qur’an Al-Karim, (Dar Al-Hadis, Qairo, cet. 1 ), 1987m. Hlm 667

[10] Ab.Aziz Ismail, Siri Bacaan Kecermerlangan Diri- Tafakkur, Al-Hidayah Publisyer’s, Kuala Lumpur W.P., 2004, hlm vii

[11] Al-Ghazali, Tujuan Hidup Para Sufi, Hlm 41.

[12] Ibid, Hlm. 96

[13] Al-Ghazali, Tujuan Hidup Para Sufi, Hlm 41.

[14] Mutlaq Al-Jaser, Majalah Ommaty, (Syarikat AlGharras, Kuwait City,Bil 33/2007) , Hlm 45

[15] Al-Ghazali, Tujuan hidup Para Sufi, Hlm 37

[16] Ab.Aziz Ismail, Siri Bacaan Kecermerlangan Diri- Tafakkur, Al-Hidayah Publisyer’s, Kuala Lumpur W.P., 2004, hlm vii

[17] -Dr. Malik Badri , Al-Tafakkur min Musyahadah Ila Syuhud, terjemahan dalam Bahasa Melayu oleh Usman Shihab Husnan, (Universitas Islam Antarbangsa Malaysia, Kuala Lumpur) dengan judul tafakkur dari alam musyahadah kepada alam syuhud, Editor oleh Dr. Deddy Mulyana M.A. dengan judul Tafakkur- Perspektif Psikologi Islam,(Bandung,Remaja Rosdakarya, Hlm10

[18] Dr. Hasan Ali, siri keluarga mithali utusan –akrab, Mendidik Anak Pintar Cerdas, CET 3,1997, percetakan CS, Kuala lumpur, Hlm 30

[19] Dr. Hasan Ali, siri keluarga mithali utusan –akrab, Mendidik Anak Pintar Cerdas, CET 3,1997, percetakan CS, Kuala lumpur, Hlm 31

[20] Ibid, Hlm 31

[21] Dr. Hasan Ali, siri keluarga mithali utusan –akrab, Mendidik Anak Pintar Cerdas, CET 3,1997, percetakan CS, Kuala lumpur, Hlm 38

[22] Surat Al-Isra’- Ayat 70

[23] Surat At-Tin – Ayat 4

[24] Mohd Asri Mat Daud, Siri Pemikiran 1, Pertentangan Islam Dan Barat, Terbitan Persekutuan Melayu Republik Arab Mesir (PMRAM), Percetakan An-Nasr, Syoubra, Egypt, Cet.1, 2004, Hlm 24

[25] Ibid, Hlm 25

[26] Mohd Asri Mat Daud, Siri Pemikiran 1, Pertentangan Islam Dan Barat, Terbitan (PMRAM), Percetakan An-Nasr, Syoubra, Egypt, Cet.1, 2004, Hlm 23

[27] Abdullah An-Najjar, Mazhabud Durruz wa Tauhed, Dar Al-Maarif Al-Masr, Qahirah, 1965, Hlm 42

[28] Mohd Asri Mat Daud, Siri Pemikiran 1, Pertentangan Islam Dan Barat, Terbitan Percetakan An-Nasr, Syoubra, Egypt, Cet.1, 2004, Hlm 32

[29] Al-Allamah Dr. Sayyed Musa Al-Musawi, Meluruskan Peyimpangan Syiah, Terj. Ahmad Munif, Cet 1, 1993, Hlm 124

[30] Surat Al-A’raf- Ayat 179

[31] Surat Al-Isra’–Ayat 36

[32] Mohd Asri Mat Daud, Siri Pemikiran 1, Pertentangan Islam Dan Barat, Terbitan Persekutuan Melayu Republik Arab Mesir (PMRAM), Percetakan An-Nasr, Syoubra, Egypt, Cet.1, 2004, Hlm 28

[33] Surat Al-Maidah- Ayat 104

[34] Mohd Asri Mat Daud, Siri Pemikiran 1, Pertentangan Islam Dan Barat, Terbitan Persekutuan Melayu Republik Arab Mesir, Percetakan An-Nasr, Syoubra, Egypt, Cet.1, 2004, Hlm 30

[35] Surat An-Nisa’ –Ayat 59

[36] Ibid,

[37] Ibid,Hlm 37

[38] Dr. H. Jabnul Azhar b H, Mulkan, Al-Qur’an dan Sains -siri pertama, Cet. Kedua, Percetakan Selaseh-tanpa di sebut tempat, 1995, Hlm 88.

[39] Drs. Syafaruddin, M.Pd, Drs . Chandra Wijaya, M.Pd, Pengantar Filsafat Ilmu, cet.1 2005, Cita Pustaka Media, Bandung. Hlm 10

[40] Ibid

[41] Imam ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Al-Fawaid, maktabah Al-Iman, Mansurah, cet.1, 19991m, Hlm203

[42] 11-Dr. Malik Badri , Al-Tafakkur min Musyahadah Ila Syuhud, terjemahan dalam Bahasa Melayu oleh Usman Shihab Husnan, (Universitas Islam Antarbangsa Malaysia, Kuala Lumpur) dengan judul tafakkur dari alam musyahadah kepada alam syuhud, Editor oleh Dr. Deddy Mulyana M.A. dengan judul Tafakkur- Perspektif Psikologi Islam,(Bandung,Remaja Rosdakarya, Hlm ix

[43] – Ibid, Hlm viii

[44] Imam Al-Ghazali, Terj. Purwanto, Ihya’ Ulumiddin, buku kedua belas, Penerbit MERJA, Bandung, 2007, Hlm 17

[45] Imam Al-Ghazali, Terj. Purwanto, Ihya’ Ulumiddin, buku kedua belas, , Penerbit MERJA, Bandung, 2007, Hlm 18

[46] Imam Al-Ghazali, Terj. Purwanto, Ihya’ Ulumiddin, buku kedua belas, , Penerbit MERJA, Bandung, 2007, Hlm 19

[47] Imam Al-Ghazali, Terj. Purwanto, Ihya’ Ulumiddin, buku kedua belas, , Penerbit MERJA, Bandung, 2007, Hlm 20

[48] Ibid, Hlm 21-22

[49] Ibid, Hlm 23

[50] Dr. Mohd. Arip H. Kasmo, PASAK-Pengukuhan Akidah Menerusi Penghayatan Sains Dalam Al-Quran, Penerbitan Awan Biru, Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia, 2007, Hlm 49-50

[51] Imam Muhamad Mutawaly Sya’rawi, Min Washaya Al-Qur’an Al-Karim, al-Taufiqia Bookshop, Cairo-Egypt, TT, Hlm 345.

[52] Surat An-Nahl, Ayat 11

[53] Harun Yahya, Nilai-Nilai Moral dalam Al-Qur’an, Al-Hidayah Publishers, Kuala Lumpur, Cet.1, 2004, Hlm 25

[54] Surat Al-An’am, Ayat 59

[55] Surat Al-An’am, Ayat 95

[56] Harun Yahya, Nilai-Nilai Moral dalam Al-Qur’an, Al-Hidayah Publishers, Kuala Lumpur, Cet.1, 2004, Hlm 27

[57] Mahir Hasan Mahmud, Terapi Air, Qultum Media,Cet 1, 2007, Jakarta, Hlm ix

[58] Dr.H. Jabnul Azhar Mulkan, Al-Qur’an dan Sains, Fakultas Perubatan Universitas Al-Azhar, Qairo, Cet 2, Percetakan Selaseh, 1995, Hlm 86-87

[59] Dr. Mohd. Arip H. Kasmo, PASAK-Pengukuhan Akidah Menerusi Penghayatan Sains Dalam Al-Quran, Hlm 72-73

[60] Al-Fadhilah Sheikh Dato’ H. Mohd Nor bin H.Ibrahim , Tuan H. Ismail Yusof, As-Sheikh Abdullah bin Mohamad Basmaih, Mustika Hadist, Bagian Hal Ehwal Islam, Jabatan Perdana Menteri Malaysia, Cet 6 1986, Hlm 19

[61] Ibid, hlm 19

[62] Ibid, hlm 20

[63] Ibid, Hlm 21

[64] Ibid

[65] Qs Ad-Dukhan [ 44] ; 38-39

[66] Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Hlm 34

[67] Ibid, Hlm 37

sifat nabi muhammad saw




SIFAT-SIFAT NABI MUHAMMAD SAW

Fisik Nabi Muhammad SAW
Kebiasaannya
Keadaannya di rumah
Keadaannya di luar rumah
Majelisnya
Ketika bersama sahabat-sahabatnya
Ketika diamnya

Telah dikeluarkan oleh Ya'kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu dia memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata: Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila beliau marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila beliau berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan dia lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang dia memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.

Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!
Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.

Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa dia menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila dia melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga dia dapat membela kerananya. Dia tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila dia merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila dia marah dia terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila dia gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila dia ketawa, dia ketawa seperti embun yang dingin.

Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar beliau dan masuk beliau, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila dia berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta'ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain. Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, dia selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka dia akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: "Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat", tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja. Dia tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.

Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Dia selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Dia senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang dia mengingatkan orang ramai, tetapi dia senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Dia selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan. Dia senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan dia berzikir kepada Allah SWT Dia tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila dia sampai kepada sesuatu tempat, di situlah dia duduk sehingga selesai majelis itu dan dia menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, dia terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali. Dia tidak pemah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Dia dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran , tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Dia tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Dia tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala. Apabila dia berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila dia berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Dia tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan dia merasa takjub bila mereka merasa takjub. Dia selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi dia tetap menyabarkan mereka dengan berkata: "Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!". Dia juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, dia tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Dia tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah dia berbicara, atau dia menjauh dari tempat itu.

Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Dia meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat

LANGIT, KURSI, ARASY





LANGIT, KURSI, ARASY


Diriwayatkan, sesungguhnya untuk pertama kali yang Allah ciptakan adalah mutiara. kemudian Allah memandangnya dengan pandangan penuh keagungan, maka hancurlah mutiara itu.
Dia bergoncang karena takut kepada Tuhannya dan jadilah dia air, kemudian Allah memandangnya dengan pandangan rahmat, maka membekulah separuh mutiara yang telah berubah menjadi air itu.
Allah menciptakan darinya Arasy, dan Arasy itupun bergoncang, maka Allah menuliskan padanya “La ilaaha illallah Muhammadur rasulullah.”
maka diamlah Arasy tersebut. Allah tetap membiarkan bagian yang berupa air pada keadaannya dan berguncang sampai hari kiamat.
Itulah firman Allah Swt :
“Wa kana arsuhu alalmaa’i”
artinya: Dan singgasana Nya (sebelum itu) diatas air.” (QS Hud.7)

Kemudian air itu saling bertepuk dan berombak serta mengepulkan banyak asap, membubung saling tindih satu dengan yang lain.
Air itu berbuih…. dan dari buih itu Allah menciptakan beberapa langit dan bumi dalam bentuk sebuah lipatan.
Jadi langit dan bumi dalam bentuk yang padu, dan Allah menciptakan didalamnya angin, maka dia memisahkan antara lipatan-lipatan langit dan lipatan-lipatan bumi. Sebagaimana Allah mengabarkan dengan firman-Nya :
“Sumastawaa ila samaa’i wa hiya dukhanun”
artinya : Kemudian Dia menuju kepada (penciptaan) langit dan langit masih merupakan asap.” (QS Fushshilat 11)

Orang-orang bijak berkata,”Sesungguhnya Allah Swt menciptakan langit dari asap dan tidak dari uap, karena asap adalah suatu yang bagian-bagiannya saling berhubungan erat dan tetap menyatu sampai batas terakhirnya. Sedang uap selalu saling berjauhan dan saling melepaskan diri.”
(Faedah) Diantara langit dunia dan bumi, demikian pula antara sebuah langit dan langit yang lain terdapat jarak lima ratus tahun perjalanan, demikian pula dengan tebal setiap langit.
Dikatakan sesungguhnya langit dunia ini lebih putih warnanya dibandingkan dengan susu, kalau dia tampak hijau (biru), itu karena pantulan kehijauan gunung Qaaf.

Nama langit dunia itu namanya Raqi’ah,
langit kedua terdiri dari besi yang cemerlang memancarkan sinar dan namanya Faidun atau Ma’un.

Langit ketiga terdiri dari tembaga yang disebut dengan Malakut atau Harayun.
Langit ke empat terdiri dari perak yang putih , hampir-hampir sinarnya dapat menghilangkan pandangan mata, namanya Zahirah.
Di langit kelima dari emas merah, yang disebut Muzayanah atau Musahharah.

Langit ke enam dari mutiara yang gilang-gemilang sinarnya, namanya Khalishah.
Dan di langit ketujuh terdapat Baitul Mak’mur yang memiliki empat buah tiang, sebuah dari Yaqut merah, sebuah dari Zabar zad, sebuah dari perak putih, dan sebuah lagi dari emas merah.

Ada sebuah riwayat yang menyatakan bahwa sesungguhnya Baitul Mak’mur itu terdiri dari batu akiq dan setiap harinya tujuh puluh malaikat masuk kesana dan tidak kembali sampai hari kiamat.

Menurut pendapat yang dapat dipercaya (mu’tamadd):
Sesungguhnya bumi ini lebih utama dari pada langit, karena para nabi diciptakan dari sana dan dikebumikan didalamnya.
Dan yang paling utama dari tingkatan-tingkatan bumi adalah yang paling atas, karena orang dunia mengambil manfaat darinya.

( dari Ibnu Abbas) , langit yang paling utama adalah yang atapnya dekat dengan Arasy Tuhan Yang Maha Pengasih, yaitu Kursi karena ia dekat dengan Aras.

(Sebuah Faedah yang sangat tersamar) Diantara keajaiban ciptaan Tuhan Yang Maha Mencipta Tabaaraka wa Ta’ala adalah penciptaan langit yang ke tujuh dari satu asap serta setiap langit tidak menyerupai langit yang lain.
Juga Allah menurunkan dari langit itu air hujan dan menumbuhkan dengannya bermacam-macam tumbuh-tumbuhan dan tanaman yang berbeda-beda warna dan rasanya. sebagaimana firman Allah :
“Wa nufadhilu ba’dhaha ala ba’dhin fi ukuli”
artinya: dan kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya (QS Ar-Ra’d 4)

Dan juga menciptakan anak cucu Adam atas beberapa tingkatan yang berbeda beda, ada yang berkulit putih dan ada yang hitam, begembira dan bersedih, mukmin dan kafir, alim dan bodoh, padahal asal mereka adalah Adam, maka Maha Suci Tuhan yang mengokohkan segala sesuatu yang telah di ciptakan-Nya.

Kursi
Allah berfirman (Al Baqarah 255):
“wa shiha kursyyuhusamaawati wal arda”
Arti:Kursinya meliputi langit dan bumi.

diterangkan kursi-Nya adalah kiasan dari ilmu-Nya, dan ada juga yang berpendapat bahwa sebagai kiasan dari kerajaan-Nya.
dan Ali ra, menerangkan bahwa Kursi adalah berupa mutiara lulu yang panjangnya tidak ada yang mengetahui kecuali Allah Swt. dan disebutkan didalam hadist,
“Tiada semua langit dan bumi yang tujuh dengan kursi kecuali seperti sebuah bundaran dalam padang yang luas.”

sedang Ibnu Majah mengatakan :
“Sesungguhnya semua langit ada di pertengahan Kursi, sedang Kursi di muka Arasy.”
Datang riwayat, bahwa sesungguhnya diantara malaikat pemikul Arasy dan malaikat-malaikat pemikul Kursi terdapat tujuh puluh hijab dari kegelapan dan tujuh puluh hijab dari cahaya. Setiap hijab dengan yang lain berjarak 500 tahun perjalanan, jika tidak ada hijab, maka terbakarlah pemikul Kursi dari cahaya pemikul Arasy tersebut.

Arasy adalah jisim yang berupa nur (cahaya) dan merupakan alam diatas Kursi, jadi Arasy bukanlah Kursi.
Allah berfirman (QS At Taubah 129) :
“Fa in tawalau fakhul hasbiyallahu laa ilaha illa huwa alaihi tawakaltu wa huwa robbul arsyladhim.”
Kalau mereka berpaling maka katakanlah,”Yang mencukupiku adalah Allah, tidak ada Tuhan kecuali Dia, hanya kepada-Nya aku berserah diri (tawakal) dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang besar.”

kalau kita perhatikan ayat diatas bahwa Dia telah menyebutnya dengan besar, karena memang mahluk yang terbesar.
dan disebutkan juga tawakal, maka Nabi Muhammad benar-benar telah membuktikan dengan tawakal seperti yang diperintahkan, dan kalau kita lihat didalam kitab Taurat dan kitab yang lain Beliau disebut dengan mutawakkil tawakkil (orang yang bertawakal).

Menarik untuk dibahas masalah tawakkal ini,
pernah suatu ketika seorang Arabi datang kepada Nabi Muhaamad Saw,
“Adakah aku harus menambatkan untaku atau aku membiarkannya dan aku tawakkal, Beliau menjawab:
“Tambatkanlah dia dan tawakllah.”
Nabi Saw Bersabda:
“Hendaklah kamu tawakal kepada Allah dengan sepenuh tawakal pada-Nya, tentu Dia akan memberi rezeki padamu sebagaimana Dia telah memberi rezeki burung-burung. Pagi-pagi dia berangkat dengan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang.”

dan Beliau juga pernah besabda:
“tangan yang diatas lebih utama dari pada tangan yang dibawah.” dan diantara tanda seorang mukmin ialah mencari yang lebih tinggi dari kedua buah tingkatan di dalam segala urusannya, sehingga mencapai tingkatan-tingkatan orang yang berbuat kebajikan?

kembali kepada Arasy, Ibnu Abbas berkata:
“Setelah Allah Swt. menciptakan malaikat-malaikat pemikul Arasy, berfirmanlah Dia kepada mereka,
“Pikullah Arassy Ku”
tetapi mereka tidak kuat, lalu Allah menciptakan bersama setiap orang dari mereka sebanyak malaikat-malaikat dilangit yang ketujuh.
berfirman Allah, “Pikullah Arasy-Ku.”
tetapi masih saja mereka tidak kuat untuk memikulnya.
lalu Allah menciptakan lagi bersama setiap mereka sebanyak malaikat dilangit dan sebanyak mahluk dibumi dan berfirman,
“Angkatlah Arasy-Ku.” merekapun tidak kuat mengangkatnya.

Allah berfirman,” Bacalah Laa haula wa laa quwwata illaa billah.”
setelah mereka membaca itu, maka dapatlah mereka memikulnya, tetapi terbenamlah kaki-kaki mereka kedalam bumi yang ketujuh pada dasar angin. setelah kaki mereka tidak berpijak pada sesuatu bergantunglah mereka pada Arasy dan tidak henti-hentinya mereka membaca “Laa haula wa laa quwwata illa bilah”, mereka khawatir seorang dari mereka bergeser dan tidak tahu kemana akan jatuh. maka jadilah mereka pemikul-pemikul Arasy dan Arasy pun memikul mereka, serta semuanya dipikul dengan kekuasaan Allah.
Subhanallah…….
(dipetik dari bukunya Imam Al Ghazali)